Cerpen

Cerpen Persahabatan Sejati

“Senyum Terakhir”

Dengan nafas yang terengah-engah setelah mengendarai sepeda. Aku terhenti saat ku melihat dia, aku tak tau siapa dia. Wajahnya cukup cantik dan manis, aku singgah membeli segelas air untuk melepaskan dahaga yang melanda tenggorokanku.

Setelah beristirahat aku langsung menggayuh pedal sepeda untuk pulang ke rumah. Sesampai dirumah, kedua orang tuaku sedang pergi ke sebuah tempat yang aku tidak tau. Aku segera pergi mandi karena badanku sudah bermandi keringat. Setelah mandi aku memakai pakaian dan menuju taman yang tak jauh dari kompleks rumahku. Aku kaget si dia juga sedang berada ditaman. Tanpa pikir panjang aku langsung menghapirinya.
“Hai…..”, kataku

Dengan senyum aku menyapanya.
Tapi dia tidak merespon dan tetap saja membaca sebuah novel. Sekali lagi aku mengulangi sapaanku.

“Hai.. boleh kenalan gak?”.
“Iya ada apa?”, katanya sambil menatap novel yang dibacanya.
“Aku boleh gak kenalan? Namaku Zhaky”, sambil mengulurkan jemariku.

Dia langsung berdiri lalu meletakkan bukunya di atas kursi dan memberi tah u namanya.
“Namaku Tamara”, katanya dengan senyum.
“Kamu tinggal dimana?”, kataku.
“Aku tinggal di sebelah kiri toko buku dekat gerbang kompleks. Aku baru pindah kemarin.”
“Oooo…. Kamu anak baru yah?”.
“Memang kenapa?”.
“Tidak kenapa-kenapa kok”.
“Ayo aku temani jalan-jalan di taman ini. Lagi pula gak enak juga kalau suasananya begini-begini saja”, pintaku.
“Ok.. baiklah”, katanya dengan lembut.

Langkah demi langkah mengawali perkenalanku dengan si dia yaitu Tamara. Kami berjalan mengeliling taman, dari pada hanya terdiam lebih baik aku memulai pembicaran. Aku menanyakan banyak hal kepadanya. Dan kami selalu menyelingi pembicaraan kami dengan candaan yang cukup untuk mengocok perut hingga sakit.
Sekarang sang mentari akan kembali ke peraduannya. Kami berjalan pulang bersama karena arah rumah kami searah. Tamara berada di depan kompleks sedangkan rumahku ada di lorong kedua sebeleh kanan di kompleks tempat tinggalku. Sesampai di depan rumah Tamara kami berhenti dan menyempatkan diri untuk bercanda sebentar.

Suara teriakan Ibunya yang memanggil membuat kami berdua kaget.
“Tamara… Tamara… ayo cepat masuk, udah hampir malam nih!, teriak ibunya.
“Ya bu.. tunggu!, Zhaky aku duluan yah?”, katanya dengan senyum.
“Iya…”, kataku sembari membalas tersenyumnya.
“Kamu juga cepetan pulang, nanti di cariin sama Ibu kamu”.
“Ok… aku pulang yah.. dadah..!, sambil berjalan dan melambaikan tangan.

Di perjalanan, aku hanya bisa berkata “baru kali ini aku bisa cepat berkenalan dengan seorang gadis, apalagi gadis seperti Tamara”. Kini aku berjalan di antara jalan yang sepi dengan sedikit penerangan dari lampu jalan yang mulai redup dan di kerumuni serangga.

Sesampai di rumah aku di marahi oleh Ibuku.
“Kamu ke mana aja”?, bentak Ibu.
“Maaf Bu, aku tadi dari keliling taman”, kataku sambil menunduk.
“Lain kali jangan pulang telat lagi yah?”.
“ Iya Bu”, sembariku meninggalkan ibu di teras rumah.
***

Keesokan paginya aku bertemu dengan Tamara, ternyata aku sama sekolah dengan dia, kemarin aku lupa nanya sih. Aku langsung berlari menghapirinya.
“Tamara… Tamara…. tunggu aku!”, kataku sambil berlari.

Tamara berhenti dan memegang pundakku.
“Masih pagi-pagi kok dah keringatan kayak gini?, ini usap keringatmu!”, katanya sembari menyodorkan sapu tangannya.
“Iya nih, kamunya tuh. Kamu jalannya cepat amat” .
“Iya maaf”, kataya sambil tersenyum.
“Ayo buruan entar pintu gerbang di tutup”.

Sesampai di sekolah aku langsung ke kelas dan ternyata Tamara juga sekelas dengan aku. Dia duduk di sampingku, karena Dino teman aku baru pindah sekolah dua hari yang lalu. Tamara naik dan memperkenalkan dirinya ke teman-teman kelasku.
“Hai perkenalkan namaku Tamara Adelia, panggil aja aku Tamara. Aku baru pindah dari Makassar kemarin, semoga kita semua bisa menjadi teman yang akrab”.
“Ok….”, Teriak semua temanku.

Kini kami semakin dekat. Kami selalu bersama, kami duduk di depan kelas sembari bercerita tentang tugas sekolah.

“Kamu suka pelajaran apa?”, tanyaku.
“Aku paling suka pelajaran matematika”.
“Kenapa kamu suka pelajaran itu?, padahal pelajaran itu agak rumit dan memusingkan”.
“Karena aku suka aja dengan pelajaran itu, kalau kamu sukanya pelajaran apa?”.
“Aku paling suka dengan pelajaran bahasa Indonesia, yah pelajaran sastra”.
“Kenapa kamu suka pelajaran itu?, tanyaku.
“Seperti kamu tadi, aku suka aja dengan pelajaran itu. Aku sudah buat beberapa cerpen, mau baca?”, kataku sambil menyodorkan beberapa cerpen karyaku.
“Ini buatan kamu?, aku gak percaya”.
“Iyalah, ini buatan aku. Kamu baca yah dan berikan saran, ok?”.
“Ok…”, katanya sambil tersenyum.
***

“Tttttttteeettt….”, Bunyi bel menandakan kami akan melanjutkan ke pelajaran berikutnya. Tapi, guru yang mengajar tidak datang. Jadi aku dan Tamara bersama teman-teman yang lain hanya bercerita tentang hal-hal yang dapat mengocok perut.

Tak lama kemudian, kami pun pulang. Aku bersama Tamara dan temanku yang lain berjalan menuju pintu gerbang, menertawai hal yang tak patut ditertawai. Di perjalanan pulang Tamara berteriak, “Auuuuhh sakit, Zhaky bantu aku berdiri!” pintanya sambil meneteskan air matanya. kaki Tamara tersandung batu, dan kelihatannya kaki Tamara Terkilir.
“Sudah jangan nangis donk, pasti kamu akan sembuh kok”, kataku menyemangati.
“Iya Zhaky, tapi kaki aku sakit banget. Bantu aku berdiri donk!”, pintanya
“Auuuuhh…. Sakit!!”, katanya sambil merintih kesakitan.
“Sini biar aku gendong deh, gak apakan?” .
“Betul mau gendong aku, aku berat loh!”, katanya sambil tersenyum.
“sakit-sakit gini sempat aja ngelawak, sini naik cepat”.
“hehehe…. Aku beratkan?”, tanyanya, sambil tertawa.
“Gak kok..”, kataku sambil tersenyum.

Sesampai di depan rumah Tamara, Ibunya yang sedang membaca koran kaget saat melihat kedatanganku yang menggendong Tamara.
“Tamara, kamu gak apa-apakan nak?”.
“Gak apa-apa kok Bu”, kata Tamara.
“Kakinya terkilir tadi waktu jalan pulang tante”, kataku.
“Terima kasih yah nak ….”
“ Zhaky, tante!”, ucapku dengan maksud memperkenalkan diri.
“Iya terima kasih yah nak Zhaky”, katanya sambil tersenyum.
“Tamara, tante, Zhaky pulang dulu yah?”, kataku.
“Iyaa nak Zhaky, kapan-kapan main ke rumah yah?”, kata ibu Tamara.
“Baik tante”, kataku sambil tersenyum.
Sehabis menggendong Tamara punggungku rasanya ingin copot, benar juga kata Tamara badannya berat. Tapi, tidak apalah dari pada sahabat aku Tamara gak pulang ke rumah. Sesampai dirumah aku langsung melepas pakaian dan makan siang. Sesudah itu aku langsung tidur karena aku lelah banget udah gendong Tamara.
***

Keesokan paginya aku menunggu Tamara di depan rumahnya. Saat melihat dia keluar rumah, dia sudah bisa berjalan dengan baik. Aku kaget dan bengong melihatnya.
“Woii kamu kenapa bengong kayak gitu?”, tanyanya sambil mencubit pipiku.
“Akh gak apa kok!, eh kok cepat amat sembuhnya?”.
“Iyaa nih, semalam aku dibawa ke tukang urut, rasanya sakit amat waktu di urut”.
“Baguslah, daripada berjalan dengan pincang”, kataku sambil tersenyum.
Sampai di sekolah teman-teman ku berkumpul membicarakan sesuatu, aku dan Tamara bergegas ke sana dan mendengar apa yang di ceritakan teman-temanku itu.
“Teman-teman, besokkan kita libur bagaimana kalau kita liburan?”, kata Naila.
“Kita mau ke mana ?”, tanyaku memotong pembicaraan.
“Kita akan pergi liburan, baiknya kita ke mana?”, kata Denny.
“Bagaimana kalau kita pergi ke tempat rekreasi terkenal di kota ini!”, kata Tamara.
“Baiklah kita akan ke pantai Bira!”, kataku.

Tak sabar menunggu saat itu, aku menceritakan sedikit tentang pantai Bira kepada Tamara. Kami tidak memerhatikan penjelasan guru, akibat cerita kami yang semakin mengasyikkan. Tak lama kemudian bel istirahat pun berbunyi. Rasanya aku tidak ingin berpisah dengan Tamara walau sekejap saja. Tapi, mungkin itu cuman perasaanku saja. Kami berkeliling sekolah mencari hal-hal yang baru dan melupakan apa yang aku banyangkan tadi.

Tidak lama kemudian, bel kembali berbunyi kami berlari ke kelas. Kami berlari sambil tertawa dengan senangnya. Rasanya hal ini adalah hal yang terindah bagiku. Sesampai di kelas kami duduk dan menunggu guru. Tak lama kemudian, guru yang mengajar pun datang.

Aku merasa agak tidak enak badan. Tamara iseng mencubit pipiku dan Tamara kaget.
“Zhaky kamu gak apa-apa, kan?” tanyanya dengan khawatir.
“Aku gak apa-apa kok”, kataku dengan nada yang pelan.
“Kamu sakit dan aku harus antar kamu pulang!”, katanya sambil berjalan menuju guruku.
“Pak, Zhaky sakit”, katanya.
“Baiklah bawa dia pulang, kamu mau mengantarnya?” tanya pak guru.
“Iya pak aku bisa kok”, katanya.

Berhubung sudah hampir pulang Tamara memasukkan barang-barangku ke dalam tas
lalu dia juga membereskan barang-barangnya.
“Ayo aku antar kamu pulang”, katanya.

Tamara meminta izin mengantar aku pulang. Sambil memegang jemari-jemariku dan sesekali memegang keningku. Tamara selalu bertanya tentang keadaanku. Tapi, aku hanya bisa menjawabnya dengan kalimat, “Aku baik-baik saja kok, gak usah khawatir”.
Sesampai di rumah aku langsung di bawa Tamara ke kamarku sembari ibu mengomel-ngomeliku.
“Ini sebabnya kalau makan gak teratur”, katanya.
“Sudah tante, Zhaky ‘kan lagi sakit”, pinta Tamara ke Ibuku.
“Biarlah nak, biar dia tahu rasa”, kata Ibuku.
“Kalau begitu aku pulang dulu tante”.
“Nak nama kamu siapa?”.
“Nama aku Tamara, tante”.
“Terima kasih yah nak Tamara, udah bawa pulang anak tante ini”.
“Iya, sama-sama tante”, katanya.
Aku melihat senyuman indah dari Tamara saat akan keluar dari kamarku.
***

Keesokan paginya, rasanya badanku udah sehat. Aku bergegas menyiapkan barang yang akan ku bawa. Aku mandi dan sesudah itu berpakaian rapi dan langsung menuju rumah Tamara. Tapi, Tamara sudah berangkat duluan. Aku langsung ke sekolah. Sampai di sekolah aku melihat Tamara dan langsung menghampirinya.
“Zhaky, kamu udah sembuh?”, katanya.
“Iya.. aku udah sembuh kok”.
“Betul aku udah sembuh”, kataku sambil meraih tangannya dan meletakkannya di keningku.

Tak berapa lama kemudian, bus yang akan mengantar kami ke pantai Bira pun datang. Aku duduk di belakang bersama anak lelaki lainnya. Tamara berada di depan bersama teman wanitanya. Di perjalanan rasa gelisahku semakin tak menentu. Aku memiliki pirasat buruk dan naas tak berselang beberapa lama mobil yang aku tumpangi kecelakaan.

Aku merasa kepalaku sakit, saat ku pegang kepalaku mengeluarkan darah yang banyak. Tapi, yang ada di pikiranku sekarang adalah Tamara. Aku langsung berteriak dengan nada yang lemah. “Tamara.. kamu gak apa-apa, kan?”. Aku tak mendengar suaranya. Aku melihat teman-temanku terluka dan mengeluarkan banyak darah. Saat aku ke tempat duduk Tamara, aku melihat kepala Tamara mengeluarkan banyak darah. Rasa sakit yang aku rasa membuat aku pingsan.
“Zhaky, Zhaky, bangun nak, ibu di sini”, kata ibuku sambil menangis.

Mendengar suara itu, aku terbangun. Aku sekarang berada di rumah sakit, aku kaget dan berteriak.
“Dimana Tamara Bu? Tamara baik-baik sajakan Bu?”.

Ibu hanya terdiam sambil menatap ayah.
“Ibu apa yang terjadi?”, aku mulai meneteskan air mata.
“Maaf nak, kini Tamara sudah berada di tempat lain”, dengan nada yang pelan ibu memberitahuku.
“Jadi maksud ibu?”.
“Iya Nak, Tamara telah meninggal akibat kecelakaan itu”, kata ibu sembari memelukku.

Aku terduduk di ranjang dan dipeluk ibu sambil menangis dengan keras dan berkata “ kenapa dia terlalu cepat meninggalkan aku Bu?”. Aku terdiam dan mengingat saat aku sakit, dia memberiku senyuman yang kuanggap indah itu dan menjadi senyuman terakhir darinya. (SELESAI)

.

.

SAHABAT MENJADI CINTA

Pagi itu aku berangkat ke sekolah bersama sahabatku yang bernama ardy, dia sangat baik padaku, disekolahpun dia berusaha menjagaku dengan baik, memang aku tidak satu kelas dengan ardy. Karna kebaikannya itu, membuat aku punya perasaan lebih dari seorang sahabat, aku sayang sama ardy lebih dari sahabat, tapi aku takut ungkapin semuanya, aku takut nantinya malah merusak hubungan persahabatanku sama ardy. Tiba-tiba bel istirahat berbunyi, lalu ardy menghampiriku ke kelas.
“alya, ke kantin yuk” ajaknya
“oke, ayo” jawabkuLalu kami berdua pun pergi ke kantin, sesampainya disana kami bertemu dengan miko, dia teman sekelasku dan teman teman pun bilang kalau dia suka padaku tapi aku tidak terlalu menghiraukannya. Tiba-tiba miko menghampiriku dan ardy.
“hay al..” sapa miko padaku
“iya, mik” jawabku
“ayo al kita duduk disana” ajak ardy
“al, aku boleh ikut gabung” Tanya miko
“iya, boleh aja” kataku

Sahabat Jadi Cinta
Lalu kami makan bersama, tapi ada pandangan yang aneh pada ardy, dia terlihat tidak senang saat miko ikut bergabung bersama kami. Aku berharap ardy cemburu pada miko, tapi aku tidak bias berharap lebih seperti itu. Atau bisa saja ardy hanya takut kehilanganku sebagai sahabatnya saja, maklum kami bersahabat sejak kecil. Lalu bel masuk pun sudah terdengar.
“ayo al kita ke kelas” ajak miko
“iya, kamu duluan aja..aku bareng ardy” ucapku
“yaudah, aku duluan ya al” jawab miko
“dia siapa sih al” Tanya ardy kesal
“oh, itu miko temen sekelasku” jawabku
“oh itu yang namanya miko yang katanya suka sama kamu al” Tanya ardy serius
“ih apaan sih” jawabku dengan tidak menghiraukan pertanyaan ardy
Hari itu ardy kelihatan berbeda, dia terlihat seperti seseorang yang kehilangan semangat hidupnya. Aku merasa dia sedang menyembunyikan sesuatu yang tidak boleh kuketahui, tapi apa? Aku kan sahabatnya, kenapa dia tidak ingin berbagi cerita padaku.
***Ketika aku sedang berjalan menuju rumah, lalu miko menghampiriku untuk mengajakku pulang bersamanya. Padahal aku mengharapkan ardy yang mengajakku pulang.
“al, aku anter pulang yuk” sapa miko tiba-tiba
“makasih mik, aku pulang sendiri aja” jawabku
“beneran gapapa pulang sendirian?” Tanya miko
“iya, gapapa ko” sahutku
“yaudah kamu hati-hati ya” kata miko

Miko pun pergi. Memang saat itu aku sedang tidak bersama ardy karna ardy sedang ada pelajaran tambahan jadi ya aku pulang sendirian. Sesampainya aku di rumah kelihatannya ibu sedang membuat kue pesanan, lalu aku ganti baju dan membantu ibu membuat kue. Ketika sedang membantu ibu di dapur, tiba tiba ada seseorang yang mengetuk pintu rumahku, lalu aku membuka pintu itu dan ternyata itu ardy. Aku sangat senang saat melihat ardy ke rumahku kali itu.
“lagi sibuk al?” Tanya ardy
“aku cuma lagi bantu ibu bikin kue” sahutku
“oh, aku pikir tidak sedang sibuk” jawab ardy
“emangnya ada apa?” kataku
“ngga, tadinya aku mau ajak kamu keluar, tapi yaudah nanti malam aja, kamu bias kan?” pinta ardy
“iya, nanti malam aku bias ko” jawabku
“yaudah nanti malem aku jemput kamu ya al” sahut ardy
***

Malam pun tiba, aku bersiap siap untuk menunggu ardy di rumah, tidak biasanya ardy mengajakku keluar malam seperti ini, namun sepertinya ada hal yang ingin disampaikan serius ole ardy padaku, ketika aku sedang duduk di luar menunggu ardy lalu ardy pun muncul.
“malam al” sapa ardy
“iya, kita mau kemana” tanyaku
“aku mau tunjukin sesuatu ke kamu” jawab ardy sambil tersenyum
“tunjukin apa” tanyaku penasaran
“nanti juga kamu tau al, yaudah yuk kita berangkat” ajak ardy

Kami pun bergegas pergi dari rumahku, dijalan pun aku bertanya tanya sebenarnya ardy mau ajak aku kemana dan dia itu mau tunjukin apa ke aku, ardy bilang tempatnya sedikit jauh jadi aku harus bersabar, aku makin penasaran apa yang mau dia tunjukin ke aku. Beberapa saat kemudian ardy berhenti di suatu tempat, tempatnya itu tidak terlalu ramai dan tidak terlalu sepi.
“kita ko berenti disini ar” tanyaku bingung
“iya memang ini tempatnya” jawab ardy
“terus apa yang mau kamu tunjukin ke aku” tanya aku lagi
“yaudah tapi kamu tutup mata ya al” pinta ardy
“ko pake acara tutup mata sih” sahutku
“yaudah nurut aja pokonya” jawab ardy
“oke aku turutin mau kamu” kataku

Lalu aku di ajak berjalan entah tau mau kemana, aku semakin penasaran apa yang mau ardy tunjukan padaku, dan sesampai pada tempatnya, ardy menyuruhku berhenti melangkah dan tunggu hitungan satu sampai tiga, setelah itu aku disuruh buka mata.
“kita udah sampe tempatnya?” tanyaku
“iya, tunggu jangan buka mata dulu” pinta ardy
“oke, tapi sampe kapan aku tutup mata” tanyaku lagi
“sebentar ya al tunggu aba aba dariku” jawab ardy
“oke oke tapi jangan lama lama” pinta alya
“oke, satu…dua..tigaaa…” aba aba ardy

Setelah hitungan ketiga dan akupun membuka mata, ternyata ardy menunjukan kunang kunang yang berada di tepian danau dan di danau itupun ada lilin lilin yang membentuk kata ‘I love you’ aku terkejut saat ardy memberikan mawar merah dan menyatakan perasaannya padaku, aku sangat sangat tidak menyangka kalau ardy pun mempunyai perasaan yang sama sepertiku.
“al, aku sayang sama kamu, kamu mau jadi pacar aku” sahut ardy gugup
“kamu nembak aku ar?” tanyaku serius
“iya al, maaf aku memendam semua rasaku ini” jawab ardy
“sudah lama kamu memendam semua ini?” tanyaku lagi
“iya al sudah cukup lama, dan aku baru berani mengatakannya sekarang” jawab ardy
“kenapa ngga dari dulu bilangnya?” tanyaku penasaran
“aku cuma takut ngerusak persahabatan kita aja al” sahut ardy
“jujur aku juga sayang kamu lebih dari sekedar sahabat ar” jawabku mengakui
“jadi gimana al hubungan kita?” Tanya ardy sangat serius
“iya aku mau ko jadi pacar kamu ar” jawabku malu malu
“beneran al kamu terima aku?” Tanya ardy lagi meyakinkan dirinya
“iya ar aku serius, aku gak mau kehilangan kamu” jawabku lagi
“makasih ya al, aku akan jagain kamu semampuku” sahut ardy sambil memelukku
Malam itu aku dan ardy pun sangat bahagia, terutama aku, karena aku tidak menyangka kalau ardy akan menyatakan perasaannya kepadaku, diapun berjanji untuk tetap menjagaku seperti dulu dan tidak akan meninggalkanku.

*SELESAI*

“ini bukan karyaku ^_^”

DMCA Protection on: http://www.lokerseni.web.id/2013/05/sahabat-jadi-cinta-cerpen-cinta.html#ixzz2WAn52RIg

Leave a comment